
Fashion
Seringkali ketika orang membayangkan sosok seorang “aktivis”, apalagi aktivis mahasiswa atau aktivis sosial, yang tergambar adalah orang-orang yang tampil slebor, tidak rapi, memakai kaos oblong dan jeans belel, rambut tidak tersisir rapi, memakai sandal, membawa tas ransel, dst…dst…pokoknya tampil belel dan tak terurus dech!
Stereotipe aktivis seperti ini nampaknya makin luntur sekarang. Sejak jaman reformasi, mahasiswa dan aktivis yang turun ke jalan bukan hanya pemain lama, tapi muncul banyak wajah ‘segar’ dan ‘trendy’. Banyak mahasiswa tajir dan modis turun ke jalan, menjadi demonstran dadakan. Mobil dan HP tak ketinggalan menjadi senjata mereka beraksi.
Lain lagi dengan fenomena yang terjadi di kalangan aktivis perempuan dan atau yang biasa dikenal dengan feminis. Lihatlah, bagaimana gaya mereka berunjuk rasa. Ibu-ibu cantik dengan dandanan dan pakaian yang cantik pula, sambil memegang spanduk, poster, bunga, teks lagu, maupun payung untuk pelindung teriknya matahari - berjalan dengan tak gentar mendekati para pasukan anti huru-hara yang sudah menghadang membentuk perisai manusia. Harum parfum mereka terbawa angin, sayup-sayup mampir ke hidung para bapak-bapak polisi dan tentara. Dengan senyuman manis, sambil membagi-bagikan air minum, wakil mereka melakukan negosiasi dengan gaya yang manis pula.
Barangkali faktor-faktor ini pulalah yang mempengaruhi keberhasilan mereka menembus barikade, dan dapat terus maju ke tempat sasaran mereka. Kalau ada sebagian kelompok demonstran membawa senjata bambu runcing dan bom molotov, maka senjata mereka adalah gaya manis yang khas namun menunjukkan kegigihan, tapi tanpa meninggalkan sikap empatinya (a.l dengan membagikan air minum kepada para petugas). Sikap empati ini muncul karena mereka tidak memandang bapak-bapak petugas itu sebagai musuh yang harus dilawan, tapi justru dikasihani. Mereka tetap dipandang sebagai manusia, bukan sekedar alat keamanan.
“The personal is political”: salah satu kalimat yang paling banyak dianut dan diyakini oleh para feminis, diterapkan di sini. Tidak hanya soal penampilan dan gaya pribadi, juga termasuk isu-isu yang diangkat. Masih segar di ingatan kita, Karlina Leksono, Gadis Arivia dan kawan-kawan ditangkap karena mereka turun ke jalan karena melonjaknya harga susu. Sebuah isu yang sangat pribadi, domestik, tapi sangat politis dan diangkat menjadi isu publik.
Dari semua ‘gaya’ mereka berunjuk rasa, yang sangat khas dari kelompok aktivis perempuan ini adalah gaya berpakaian mereka yang selalu dihiasi dengan selendang (scraf). Pakaian kebesaran ini tidak hanya digunakan waktu turun ke jalan berdemonstrasi, tapi juga waktu mengadakan doa bersama, di seminar maupun lokakarya serta diskusi, di dapur umum, dan di aktivitas-aktivitas mereka lainnya.
Mengapa selendang? Nampaknya memang selendang bagi mereka memiliki arti khusus, bukan sekedar hiasan atau aksesoris untuk mempercantik diri. Selendang ini merupakan simbol solidaritas, ikatan persaudarian. Sekaligus, dengan memakai selendang ini mereka selalu mengingat dan memperjuangkan nasib para perempuan lainnya, terutama mereka yang terpinggirkan, tertindas, miskin dan mengalami ketidakadilan. Para perempuan di daerah-daerah, yang telah bekerja sangat keras namun tidak dihargai dengan layak. Para perempuan yang menenun dan membuat selendang itu menjadi indah. Maka, selendang yang dipilih biasanya juga bukan sembarang selendang, tapi selendang yang ditenun atau dibuat oleh (mayoritas) perempuan, dengan motif-motif yang khas daerah-daerah. Perempuan memberdayakan perempuan, semangat itulah yang mau diangkat dari gaya berselendang ini.
Gaya berselendang ini tidak eksklusif dan hanya boleh dimiliki oleh para perempuan atau para feminis perempuan saja, tapi juga bisa dipakai oleh para laki-laki, atau siapa saja ynag berkomitmen untuk mau bersolidaritas dan berbela rasa terhadap mereka yang menjadi korban dan berada di lapisan terbawah dari piramida struktur masyarakat. Jika anda aktivis yang punya komitmen seperti itu dan percaya kekuatan simbol, jangan takut untuk memilih gaya yang 'cantik' dan 'trendy' ini!!
Aksesoris
Kalau anda orang lapang, mobilitas tinggi dan ingin praktis; tidak berarti anda hanya bisa tampil seadanya. Aksesoris-aksesoris yang dapat mendukung aktivitas anda sebagai aktivis, bisa bicara banyak hal dan tampil banyak gaya. Gantungan untuk bolpoin misalnya, tanpa mengurangi fungsinya bisa anda buat sendiri dari barang-barang bekas, barang daur ulang atau yang ramah lingkungan; tapi dibuat dengan cantik dan artistik. Dengan demikian anda tidak hanya mendapat manfaat fungsional, tapi mengasah rasa artistik anda dan juga kreativitas, tanpa meninggalkan idealisme dan nilai-nilai yang mau diperjuangkan.
Hal serupa juga bisa dilakukan dengan HP anda. Tidak dapat dipungkiri HP sekarang menjadi alat yang fungsional dan dibutuhkan untuk menunjang aktivitas kita. Sementara aktivitas pencurian dan pencopetan tetap dan makin gencar serta kreatif juga. Maka, perlindungan untuk HP perlu diperhatikan, supaya kita tidak memboroskan sumber daya kita. Sarung HP yang sekaligus dapat digantung, nampaknya menjadi pilihan yang disukai banyak aktivis dan masyarakat lainnya. Selain praktis, mudah dijangkau kalau ada pesan masuk, sekaligus anda dapat tampil trendy dan kreatif.
Membuat aksesoris-aksesoris ini tidak sulit, anda pasti bisa melakukannya. Selamat mencoba!
(Intan Darmawati)
No comments:
Post a Comment